Scroll Untuk Baca Artikel
Hukum dan HAMHukum dan KriminalPeristiwa

AKBP Oloan Siahaan Polisi Penuh Kontroversi Jabat Kapolres Pelabuhan Belawan yang Tewaskan Remaja

×

AKBP Oloan Siahaan Polisi Penuh Kontroversi Jabat Kapolres Pelabuhan Belawan yang Tewaskan Remaja

Sebarkan artikel ini

Editor: Rendi Adhiyaksa

AKBP OLOAN SIAHAAN
Foto: AKBP OLOAN SIAHAAN di Non Aktifkan Pasca Tembak Mati Remaja di Belawan. Editor by: Rendi Adhiyaksa — TP

Belawan | TambunPos.com, Kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian kembali diguncang setelah AKBP Oloan Siahaan, sosok perwira menengah dengan rekam jejak penuh kontroversi, menewaskan seorang remaja dalam insiden tawuran di Belawan. Ironisnya, AKBP Oloan Siahaan yang sebelumnya pernah disorot atas dugaan menerima suap dari istri bandar narkoba saat menjabat sebagai Kasat Narkoba Polrestabes Medan, justru diberi kepercayaan memimpin wilayah yang dikenal rawan konflik sosial dan kriminalitas. Selasa (6/5).

Baca Juga: Tewasnya Operator Crane Di Mandala By Pass, Mendapat Tanggapan Keras Dari DK3P Sumut “Segera Sidak Dinas SDABMBK Kota Medan”

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Baca Juga: PTPN IV Regional 2 Diduga Lakukan Monopoli dan Korupsi Jasa Pengamanan BKO

Kejadian itu terjadi pada Minggu (4/5/2025), ketika AKBP Oloan diduga menembak dua remaja yang terlibat dalam tawuran di kawasan Belawan. Diantaranya korban tewas di tempat MS (15) dengan luka tembak di bagian perut dan inisial B (17) yang saat ini sedang dalam penanganan intensif. Kepolisian berdalih bahwa tindakan itu merupakan upaya pembelaan diri setelah Oloan diserang oleh massa tawuran.

“Pelaku tawuran menyerang Kapolres, ada yang menggunakan sajam dan kayu,” ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, seperti dilansir Kompas.com (4 Mei 2025).

Namun, hingga kini tidak ada rekaman visual, hasil investigasi independen, ataupun saksi dari warga sekitar yang bisa secara objektif membuktikan narasi tersebut. Publik pun bertanya-tanya: benarkah polisi harus selalu bersenjata api dalam menghadapi anak-anak muda yang tawuran?

Tindakan mematikan terhadap remaja bukan hanya memunculkan trauma sosial, tetapi juga menjadi tanda tanya besar soal kecakapan aparat dalam menjalankan pendekatan non-kekerasan. Apalagi ketika yang terlibat adalah anak-anak di bawah umur yang seharusnya menjadi objek perlindungan, bukan target peluru aparat.

Lebih mengkhawatirkan lagi, tindakan Oloan ini bukan satu-satunya noda dalam kariernya. Dalam laporan investigasi Bangka.Tribunnews.com (6 Mei 2025), Oloan disebut pernah menerima suap dari istri seorang bandar narkoba saat bertugas di wilayah lain. Dugaan itu muncul setelah sang bandar tidak diproses secara hukum meski tertangkap membawa barang bukti dalam jumlah besar.

“Suaminya jelas-jelas bandar, tapi tak pernah sampai meja hijau. Setelah penyelidikan internal, baru tercium ada aliran dana ke oknum polisi,” ujar narasumber internal yang identitasnya dirahasiakan dalam laporan tersebut. Dalam investigasi itu juga disebutkan bahwa Oloan diduga menerima ratusan juta rupiah sebagai “uang damai”.

Laporan lain dari Batam.Tribunnews.com (6 Mei 2025) menambahkan bahwa praktik suap itu dilakukan secara sistematis dan melibatkan oknum lainnya. Istri bandar narkoba disebut beberapa kali datang ke markas polisi membawa uang tunai. “Kami heran, kenapa bisa lolos dari sanksi? Sekarang malah naik jabatan,” kata seorang mantan penyidik narkoba yang enggan disebut namanya.

Fenomena ini menyoroti masalah sistemik di tubuh Polri: tak adanya mekanisme seleksi dan evaluasi yang ketat dalam pengangkatan pejabat strategis. Di tengah sorotan publik soal reformasi kepolisian, penunjukan Oloan sebagai Kapolres justru menunjukkan pembiaran terhadap praktik korup dan penyalahgunaan kekuasaan.

Lembaga swadaya masyarakat dan aktivis hak anak pun mulai angkat suara. “Ini bukan soal individu semata. Ini kegagalan sistem. Bagaimana mungkin seseorang yang diduga pernah menerima suap dan gagal menjalankan prinsip keadilan malah diberi senjata dan kewenangan memimpin?” tegas Direktur Eksekutif LBH Anak dan Perempuan, Rahayu Tamba.

Belawan sebagai wilayah yang penuh kompleksitas sosial – dari kemiskinan, pengangguran, hingga kriminalitas remaja – membutuhkan pemimpin yang memiliki kapasitas pendekatan humanis dan integritas tinggi. Namun yang terjadi justru sebaliknya: wilayah rawan ini dipimpin oleh figur yang terbukti problematik.

Kejadian ini seharusnya menjadi tamparan keras bagi Polri, Kompolnas, dan Kemenkopolhukam. Transparansi dalam promosi jabatan serta evaluasi menyeluruh terhadap rekam jejak personel seharusnya menjadi syarat mutlak dalam era di mana publik menuntut akuntabilitas. Jika tidak, tragedi seperti ini hanya akan menjadi awal dari kejatuhan lebih dalam kepercayaan rakyat terhadap polisi.

(RD | TP)