Scroll Untuk Baca Artikel
banner 300x250

banner 300x250

banner 300x250

banner 300x250

banner 300x250
DaerahOpiniViral

Pemkab Deli Serdang Kembali Bikin Heboh! Pegawai Non-ASN Dipaksa Jadi Satpol PP Tanpa Pelatihan

×

Pemkab Deli Serdang Kembali Bikin Heboh! Pegawai Non-ASN Dipaksa Jadi Satpol PP Tanpa Pelatihan

Sebarkan artikel ini
Foto: Kantor SATPOL-PP Deli Serdang dan Surat Edaran SEKDA Deli Serdang

Deli Serdang | TambunPos.com, Jika Anda pikir birokrasi di Indonesia sudah cukup membingungkan, tunggu sampai mendengar kebijakan terbaru dari Pemerintah Kabupaten Deli Serdang Sebanyak 216 pegawai non-ASN dari berbagai instansi dipaksa beralih profesi menjadi Satpol PP – tanpa pelatihan, tanpa kesiapan, dan tanpa pilihan. Selasa (18/3/25).

Baca Juga: ABTI Sumut Percayakan Mandat ke OK Alamsyah Putra, Siap Besarkan Bola Tangan di Deli Serdang

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Baca Juga: 20 Anggota DPRD Deli Serdang Keok, Kejari Deli Serdang Turun Gunung ! Kasus Pagar Hutan Lindung Regemuk Bikin PT Tun Sewindu Panas – Dingin

Baca Juga: Iftar di Meja Kekuasaan: Ramadhan, Korupsi Pilkada, dan Sunyi yang Mencurigakan

Keputusan ini tertuang dalam surat resmi Sekretariat Daerah Kabupaten Deli Serdang dengan dalih “optimalisasi pendapatan asli daerah dan penegakan Perda.” Namun, di balik jargon resmi itu, kebijakan ini lebih mirip eksperimen sembrono yang mempertaruhkan nasib ratusan pegawai.

Dari Admin Jadi Penegak Hukum dalam Semalam: Profesionalisme Dikorbankan?

Biasanya, menjadi anggota Satpol PP memerlukan seleksi ketat dan pelatihan khusus. Namun, di Deli Serdang, sebuah surat perintah sudah cukup untuk mengubah seorang pegawai administrasi menjadi aparat penegak perda.

Pegawai Dinas Pendidikan yang biasa mengurusi administrasi sekolah, kini harus berhadapan dengan pedagang kaki lima di jalanan.

Pegawai Dinas Perikanan yang sebelumnya fokus pada sektor perikanan, kini harus ikut razia penyakit masyarakat.

Pegawai Dinas Kominfo yang terbiasa bekerja di belakang layar, kini dituntut menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum daerah.

Bagaimana mereka menjalankan tugas yang sama sekali di luar keahlian mereka? Tak ada yang tahu.

Bagaimana cara mereka menghadapi masyarakat di lapangan tanpa pengalaman dan pelatihan? Itu bukan urusan pemerintah.

Yang penting, perintah harus dijalankan. Titik.

Mekanisme Keuangan Aneh: Kerja di Satpol PP, Digaji Instansi Lama

Jika kebijakan ini memang dirancang untuk efisiensi, pertanyaannya: mengapa pegawai yang dipindahkan ke Satpol PP masih digaji oleh instansi lama?

Artinya, seseorang bekerja di satu tempat, tetapi dibayar oleh tempat lain. Ini bukan hanya aneh, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius:

Apakah kebijakan ini memang sudah direncanakan dengan matang, atau hanya langkah panik tanpa persiapan?

Jika pemindahan ini memang mendesak, mengapa anggarannya belum siap?

Apakah ini sekadar cara untuk merampingkan jumlah pegawai non-ASN tanpa harus memecat mereka secara langsung?

Seorang pegawai yang tidak ingin indentitasnya dibeberkan, terkena dampak kebijakan ini mengungkapkan kekesalannya kepada TambunPos.com, Minggu,(16/3/25)

“Saya sudah 5 tahun lebih bekerja di Dinas bidang konstruksi. Tiba-tiba saya dipindahkan ke Satpol PP tanpa ada pertimbangan apakah saya cocok atau tidak. Kalau saya menolak, berarti saya harus keluar. Apakah ini bentuk penghargaan atas pengabdian kami?” ujarnya dengan nada kecewa.

Pemangkasan Halus atau Salah Urus?

Banyak pihak menduga bahwa kebijakan ini adalah cara halus untuk menekan jumlah pegawai non-ASN tanpa harus memberikan kompensasi.

Jika pegawai menolak, mereka akan mengundurkan diri dengan sendirinya.

Jika pegawai bertahan, mereka harus bekerja dalam bidang yang tidak mereka kuasai, dengan segala konsekuensinya.

Jika mereka gagal menjalankan tugasnya, mereka bisa dijadikan kambing hitam.

Apakah ini cara yang adil dalam mengelola pegawai yang telah mengabdi bertahun-tahun?

Di Mana Kajian dan Transparansi?

Kebijakan yang menyangkut ratusan pegawai seharusnya berbasis kajian yang matang. Namun, dalam kasus ini, tidak ada transparansi mengenai bagaimana pemindahan ini akan berdampak pada pegawai, kinerja Satpol PP, maupun birokrasi secara keseluruhan.

Jika pemerintah memang ingin menambah personel Satpol PP, mengapa tidak membuka rekrutmen baru yang sesuai dengan standar kompetensi? Mengapa harus mengorbankan pegawai yang sudah bekerja bertahun-tahun di bidang lain?

Kebijakan ini lebih menyerupai keputusan sepihak yang diambil tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang.

Pemkab Deli Serdang: Tempat di Mana Logika Tunduk pada Kebijakan Instan

Di Kabupaten Deli Serdang, seseorang bisa bangun tidur sebagai pegawai kantor dan tidur malamnya sebagai anggota Satpol PP.

Di Deli Serdang, kebijakan bisa berubah dalam hitungan hari tanpa perlu konsultasi atau kajian yang jelas.

Di Deli Serdang, pegawai bekerja di satu instansi tetapi digaji oleh instansi lain, dan itu dianggap wajar.

Jika ini adalah bentuk baru dari reformasi birokrasi, maka kita harus bertanya: Apakah birokrasi kita semakin maju, atau justru semakin kacau?

(RD | TP)