Deli Serdang | TambunPos.com
KEBUN Penara yang menjadi bagian dari afdeling III PTPN 2 kebun Tanjung Garbus sejak awal adalah kebun karet PTPN 2. “Tidak pernah ada tanaman tembakau di sini, dan areal ini murni areal PTPN 2 bukan eks PTP IX.”
Penegasan ini disampaikan salah seorang tokoh masyarakat Batang Kuis Datuk OK Nazar yang dimintai tanggapannya seputar adanya tuntutan dan klaim sejumlah pihak atas lahan kebun Penara afdeling III Tanjung Garbus sebagai lahan eks perkebunan tembakau PTP IX.
Sepanjang pengetahuan tokoh Melayu Batangkuis ini, kebun tembakau PTP IX di era kolonial hanya sampai batas Sungai Belumai. Kalau di areal yang sekarang dikenal sebagai Desa Dalu X, Sena, dan Bangun Sari memang areal tembakau. Begitu juga di bagian Ramunia arah Lubuk Pakam. Tapi kalau Penara tidak pernah ada tembakau. Dan arealnya murni milik PTPN 2 bukan eks PTP IX.
Sebagai tokoh masyarakat Melayu yang hidup di lingkungan kampung yang berbatasan dengan areal perkebunan Datuk OK Nazar faham betul situasi dan sejarah daerah perkebunan mulai Tanjung Morawa, Batang Kuis sampai Lubuk Pakam. Karena di daerah itulah ia tumbuh dan bergaul.
Datuk OK Nazar tidak sependapat kalau ada pihak yang mengklaim Penara sebagai eks lahan tembakau PTP IX. “Dari mana datanya itu. Kalau ditanya kepada orang-orangtua di sekitar Batang Kuis pasti mereka membantahnya,” jelas Datuk OK Nazar.
Seperti diketahui areal bagian dari Hak Guna Usaha (HGU) No 62 Penara, diklaim dan digugat oleh masyarakat atas nama Rokani Cs sebagai lahan masyarakat yang mendapatkan lahan berdasarkan Surat Keterangan Pembagian Sawah Ladang yang jumlahnya 464 hektar. Padahal areal HGU No.62 kebun Penara yang masih aktif hingga saat ini luas areal tersebut lebih dari 500 hektar. Karena itu pihak PTPN 2 melalui kuasa hukumnya Hasrul Benny Harahap menilai, banyak kejanggalan yang ditemukan dalam putusan Mahkamah Agung RI terhadap gugatan Rokani Cs.
“Kita sudah mengambil langkah-langkah hukum, di antaranya mengajukan PK (Peninjauan Kembali), sesuai surat permohonan no.4/2022 tanggal 16 Maret 2022, karena adanya sejumlah kejanggalan dalam putusan tersebut, ” jelas Penasehat Hukum PTPN II Hasrul Benny Harahap.
Menurut Hasrul Benny, dari sejumlah kejanggalan tersebut, di antaranya adanya dugaan surat-surat palsu yang digunakan untuk mendukung kekuatan Rokani Cs selaku penggarap, untuk menguasai lahan tersebut. Karena itu, kita sudah melaporkan Rokani Cs ke Polda Sumut dan sudah memasuki tahap penyidikan, saat ini, tambah Hasrul Benny.
Pihak PTPN 2 sendiri, melalui Serikat Pekerja Perkebunan (SPP) akan terus mempertahankan asset negara yang dikelola BUMN perkebunan ini. Apalagi sejak 5 tahun terakhir areal tersebut sudah ditanami kelapa sawit yang sekarang bisa dipanen. “Jadi tidak mungkin PTPN 2 berdiam diri menghadapi gugatan yang terkesan mengada-ada itu,” ujar Kasubbag Humasy PTPN 2 Rahmat Kurniawan.
Seperti juga Penasehat Hukum PTPN 2 Hasrul Benny Harahap, Rahmat Kurniawan menilai ada strategi licik yang diterapkan Rokani Cs dalam upaya merebut aset negara itu. Mereka ajukan sejumlah berkas berkas lama yang sangat diragukan keabsahannya. Di samping itu mereka gandeng juga organisasi kaum tani, sehingga muncul kesan yang berjuang adalah petani. “Padahal yang ada di balik itu adalah oknum-oknum, yang selama ini berusaha mengobok-obok lahan HGU PTPN 2 yang berada di lokasi strategis.
Ditegaskan Rahmat Kurniawan, Afdeling III Penara diperoleh Negara Republik Indonesia dari Nasionalisasi Perusahaan Belanda berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 Tahun 1958 jo Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1959. Dengan demikian tidak mungkin lahan Afdeling III Penara merupakan milik masyarakat, ” tegas Rahmat Kurniawan.
(Nuard/TP)